Agency Problem: Manager Vs Shareholders

Kita tentu sering mendengar, membaca atau bahkan telah memahami mengenai Agency Theory. Teori ini digunakan untuk memahami hubungan dimana principal (shareholders) memperkerjakan agent (manager) untuk melaksanakan berbagai aktivitas atas nama mereka (principal) dan mendelegasikan kewenangan PK ke manager (to best interest of principals).

Ada beberapa tipe hubungan keagenan (agency relationship), yaitu hubungan manager (agent) dengan shareholders (principals), dan hubungan shareholders yang diwakili oleh manager sebagai agent dengan creditors yang bertindak sebagai principal.

Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas masalah yang timbul dalam agency relationship antara manager (agent) dengan shareholders (principals).

Tiga macam masalah di agency relationship:

  1. Horizon Problem.
    Masalah ini timbul ketika manager and shareholders cenderung memiliki time horizon yang berbeda. Shareholders biasanya lebih tertarik pada longterm growth dari perusahaan. Namun, seringkali manajer yang mendekati masa pensiun akan lebih terfokus pada kinerja jangka pendek. Hal inilah yang meminculkan agency problem. Hal ini yang mendorong manajemen terkait dgn kinerja jangka panjang, atau dengan melihat pertumbuhan CF (cash flow) agar manajer termotivasi untuk focus pada kinerja jangka Panjang, yang akhirnya akan meminimalisir agency conflict. Untuk mengatasi hal ini, manajemen bisa Menyusun skema remunerasi manager yang bisa mendorong manajemen pada kinerja jangka panjang, atau dengan melihat pertumbuhan CF yang dapat mempengaruhi harga saham. Dengan skema ini, manajer diharapkan dapat lebih termotivasi untuk focus pada kinerja jangka panjang, yang akhirnya akan meminimalisir agency conflict.
  2. Risk Aversion.
    Manager cenderung untuk bersikap risk averse (menghindari resiko) sedangkan shareholders cenderung bersikap lebih risk takers. Meskipun bersikap risk taker, shareholders bisa mengurangi resiko dengan cara mendiversifikasi investasi mereka di portofolio investasi. Di sisi lain, manajer terikat kontrak kerja pada 1 perusahaan. Mereka mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk perusahaan tempat dia bekerja untuk mendapatkan imbalan dan remunerasi yang telah disepakati. Hal ini menyebabkan mereka lebih conservative dan menghindari resiko (risk averse) dan menyebabkan kemampuan untuk diversifikasi resiko menjadi menurun. Dari pejelasan ini bisa kita lihat, terdapat preferensi resiko yg berbeda antara principal dan manajer. Maka, skema gaji (imbalan) dan benefit manajer yang didesain berdasarkan kinerja perusahaan, dan pemberian sebagian imbalan berbasis saham cenderung akan mengurangi adanya agency problem.
  3. Dividend Retention
    Manajer memiliki kecenderungan untuk menahan sebagian profit dalam perusahaan, dan membayar dividend lebih rendah (devident payout ratio/DPR rendah). Sebaliknyas shareholder ingin tingkat DPR yang tinggi. Conflik kepentingan ini dapat diatasi dengan mendasarkan insentif manajer ke besaran DPR. Alternative lain, insentif manager dapat dikaitkan dengan target profit (termasuk kinerja jangka pendek) sehingga manajer akan berusaha mencapai profit lebih tinggi untuk dapat memberikan deviden bagi shareholder yang lebih tinggi.

Demikian penjelasan mengenai agency problem terkait agency relationship antara manager (agent) dan shareholders (principal). Bahasan mengenai agency relationship antara shareholders yang diwakili oleh manager (agent) dengan creditors (principal) dapat anda baca di tulisan selanjutnya di link ini.

Referensi:

  • Godfrey, Jayne; Hodgson, Allan; Tarca, Ann; Hamilton, Jane; Holmes, Scott. 2010. Accounting Theory. 7th Edition. Wiley Publisher.

Image Sources: Google Images

Linda Kusumaning Wedari, S.E., M.Si., Ph.D., Ak., CA., CLI., CSRS