Bahaya Clickbait dan Filter Bubble: Peran Algoritma dalam Konsumsi Berita
Di era digital seperti sekarang, kita bisa mendapatkan berita kapan saja hanya dengan membuka ponsel. Dari media sosial hingga aplikasi berita, semua informasi datang dalam jumlah besar dan sangat cepat. Namun, tidak semua berita yang muncul itu murni berdasarkan fakta atau kebutuhan pembaca. Sering kali, berita-berita tersebut disusun sedemikian rupa agar menarik perhatian, bahkan jika judulnya menyesatkan atau tidak sesuai isi. Ini disebut dengan istilah clickbait, yaitu judul berita yang sengaja dibuat sensasional agar kamu mengkliknya. Bersamaan dengan itu, ada juga yang disebut filter bubble, yaitu kondisi di mana kamu hanya melihat berita atau konten yang sesuai dengan apa yang sudah kamu sukai atau percayai sebelumnya.
Clickbait bisa sangat menggoda karena biasanya menggunakan kata-kata dramatis seperti “kamu pasti kaget”, “ternyata begini”, atau “nomor 5 bikin syok”. Judul-judul ini sengaja dibuat agar memicu rasa penasaran, walaupun isi beritanya sering tidak sesuai harapan. Masalahnya, jika berita yang kita klik ternyata tidak akurat atau dilebih-lebihkan, maka kita bisa mendapatkan informasi yang salah. Lebih parah lagi, berita clickbait sering menyebarkan isu-isu tidak penting atau bahkan hoaks demi mendapatkan klik sebanyak-banyaknya. Hal ini bisa berbahaya, terutama jika menyangkut isu sosial, kesehatan, atau politik. Oleh karena itu, penting untuk belajar mengenali ciri-ciri clickbait dan tidak langsung percaya dengan berita hanya karena judulnya menarik.
Sementara itu, filter bubble terjadi karena algoritma di media sosial dan mesin pencari selalu menyarankan konten yang sesuai dengan kebiasaan kita. Jika kamu sering melihat atau menyukai konten tertentu, maka sistem akan terus menampilkan hal yang serupa. Lama-kelamaan, kamu akan merasa seolah-olah semua orang berpikir seperti kamu, karena kamu jarang melihat sudut pandang lain. Ini berbahaya karena membuat pemikiran kita jadi sempit dan sulit menerima perbedaan pendapat. Filter bubble juga dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik, terutama saat membahas isu-isu publik seperti pemilu atau pandemi. Padahal, pemahaman yang seimbang hanya bisa didapat jika kita melihat dari berbagai sudut pandang.
Algoritma sebenarnya tidak selalu jahat—ia diciptakan untuk membantu kita menemukan konten yang relevan dan menarik. Namun jika tidak dikendalikan, algoritma bisa menciptakan ruang informasi yang tidak sehat. Banyak platform media sosial menggunakan algoritma berbasis engagement, artinya mereka lebih memprioritaskan konten yang mendapatkan banyak komentar, suka, atau dibagikan. Sayangnya, konten yang memicu emosi—seperti marah, takut, atau kaget—lebih mudah mendapatkan respons, sehingga cenderung lebih sering muncul. Ini yang membuat berita palsu, teori konspirasi, atau konten provokatif bisa menyebar lebih cepat daripada informasi yang benar dan tenang. Maka dari itu, kita perlu lebih sadar terhadap bagaimana algoritma bekerja dan dampaknya pada cara kita menerima informasi.
Untuk mengatasi efek negatif clickbait dan filter bubble, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Pertama, biasakan untuk membaca isi berita secara menyeluruh dan tidak hanya berhenti di judul. Kedua, coba untuk mencari berita yang sama dari beberapa sumber berbeda agar bisa membandingkan keakuratannya. Ketiga, aktifkan mode incognito atau gunakan sumber berita yang netral agar algoritma tidak terus memperkuat bubble kita. Terakhir, penting juga mengajarkan literasi digital pada anak-anak dan remaja, agar mereka bisa menjadi pengguna internet yang cerdas. Dengan langkah-langkah ini, kita bisa lebih bijak dalam mengonsumsi informasi dan tidak terjebak dalam ruang sempit yang dibuat algoritma.
Di dunia yang penuh informasi seperti sekarang, menjadi pembaca yang kritis dan cerdas adalah sebuah keharusan. Clickbait dan filter bubble mungkin tidak bisa dihindari sepenuhnya, tapi kita bisa melawannya dengan sikap terbuka dan keinginan untuk memahami lebih banyak. Jangan hanya puas dengan satu sudut pandang atau informasi yang “memanjakan” kita. Mari latih diri untuk membaca dengan hati-hati, memverifikasi sumber, dan terbuka terhadap perbedaan. Dengan begitu, kita bukan hanya menjadi pengguna teknologi, tapi juga pembentuk ruang informasi yang lebih sehat dan berimbang. Yuk, mulai jadi pembaca dan penjelajah digital yang lebih sadar hari ini!
Daftar Pustaka
- H. Zhang, Z. Zhu, and J. Caverlee, “Evolution of Filter Bubbles and Polarization in News Recommendation,” ArXiv Preprint. Januari 2023. Diakses dari: arXiv:2301.10926. Diakses pada 15 Juli 2025.
- M. J. Molina, L. D. Encinas, J. S. Medina, and C. A. E. Valenzuela, “You’re Being Kinda Pushy: Exploring How News Outlets Frame Push Notifications as Credible Clickbait to Engage with Their Audiences,” Media, vol. 3, no. 3, pp. 505–521, Sep. 2022. Diakses dari: https://www.mdpi.com/2673-5172/6/3/96. Diakses pada 18 Juli 2025.
Juli 2025
Penulis: Gilbert Owen
*Artikel ini dibuat dengan bantuan AI dan hanya berfungsi sebagai artikel edukasi secara umum
Comments :