Membangun start-up biasanya dimulai oleh pemiliknya sendiri, kadang dibantu juga oleh keluarganya. Kondisi ini berlangsung di masa awal membangun usaha sampai usaha itu mulai berkembang. Persoalan akan muncul ketika usaha sudah berkembang, sang pemilik yang selama ini mengurusi semua pekerjaan seperti : marketing, produksi, keuangan dan lain sebagainya akan merasa kelelahan. Mereka merasa kekurangan waktu untuk mengerjakan semua itu.

 

Dalam kondisi seperti ini seorang pengusaha harus berani merekrut tenaga kerja. Memang akan terjadi banyak konflik dalam diri pemilik usaha untuk berani merekrut tenaga kerja. Ketakutan-ketakutan seperti: bagaimana nanti kalau kerjanya tidak bagus, bagaimana gajinya nanti kalau usaha sepi atau juga bagaimana kalau karyawan mencontoh produk kita dan membikin usaha yang sama? Dan tentu masih banyak ketakutan lain yang membuat pemilik usaha takut merekrut karyawan.

 

Kemungkinan-kemungkinan seperti diatas memang bisa saja terjadi tetapi jika tidak dilakukan maka justru usaha yang sedang  berkembang justru akan menjadi mengalami kemunduran. Kita harus menyadari bahwa kemampuan kita sangat terbatas. Dengan memaksakan untuk mengerjakan sendiri maka hasil yang didapat hanya akan segitu-gitu saja.

 

Kita harus menyadari, ketika orang lain mengerjakan pekerjaan yang sama dibandingkan dengan dikerjakan sendiri hasilnya tidak akan sama. Jika dikerjakan sendiri hasilnya bisa 100% tetapi jika dikerjakan orang lain mungkin hanya 75%. Kenyataannya memang seperti itu, tapi ingat, dengan tambahan satu orang maka kita bisa menghemat energi kita 75% sehingga kita hanya perlu mengerjakan  25% saja. Artinya kita punya tenaga dan waktu luang untuk berpikir atau merencanakan  pekerjaan yang baru.

 

Dengan begitu maka usaha akan semakin cepat berkembang. Peran pemilik bisa fokus ke marketing  sehingga permintaan bertambah dan tentu akhirnya produksi juga akan bertambah. Bertambahnya permintaan bisa disiasati dengan penambahan tenaga kerja lagi. SALAM SUKSES