Menurut Hariyanti & Wirapraja, influencer adalah seseorang atau figur dalam media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau signifikan, dan hal yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi perilaku dari pengikutnya (Hariyanti & Wirapraja, 2018: 141). Sedangkan berdasarkan pemahaman Brown & Hayes dalam bukunya yang berjudul Influencer Marketing: Who Really Influences Your Customers? influencer merupakan pihak ketiga yang secara signifikan membentuk keputusan pembelian pelanggan, tetapi mungkin pernah ikut bertanggung jawab untuk itu (Brown & Hayes, 2008: 52).

Terdapat sebuah kutipan menarik dari pengertian Brown & Hayes. Influencer dikatakan sebagai sosok yang bisa mempengaruhi keputusan pelanggan. Tetapi ada penggunaan kata ‘mungkin’ yang menyiratkan keraguan, apakah influencer ikut bertanggungjawab terhadap konten yang mereka keluarkan?.

Siapa yang tidak kenal dengan Raditya Dika, Arief Muhammad, Diana Rikasari, Keenan Pearce, Rachel Vennya, Atta Halilintar, Awkarin, atau bahkan Lucinta Luna? Sebagai influencer, mereka memiliki jutaan pengikut baik di twitter, youtube, maupun instagram. Konten yang mereka ciptakan dalam kanal social media masing-masing pun beragam. Dari yang sarat akan pesan positif yang bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat khususnya generasi milenial. Sampai yang kurang mendidik karena hanya berisi gosip murahan dan sensasi belaka.

Penggunaan influencer sebagai sarana untuk membantu pemasaran sebuah produk kini telah menjadi pilihan yang digemari oleh banyak perusahaan. Peran influencer mulai dari menjadi brand ambassador, paid promote, sampai endorse begitu banyak dijumpai dalam media sosial kita sehari-hari. Sejak awal, para influencer tentu sudah memiliki ciri dan keunikan konten masing-masing. Ketika konten ini dimanfaatkan menjadi sesuatu yang komersil oleh brand, sesungguhnya tidak ada yang salah dari semua itu. Mengutip Ayu Utami dalam acara Indonesia Creative Meetup Vol. 7, disebutkan bahwa tak bisa dipungkiri saat ini banyak content creator yang bimbang antara menjaga idealisme mereka dalam membuat karya atau menjadi lebih komersil. Padahal sebenarnya seorang content creator perlu menjaga keseimbangan kedua hal tersebut.

Kembali pada peran influencer sebagai content creator, pertanyaan yang perlu menjadi pertimbangan oleh para influencer adalah, sudahkah mereka menciptakan konten yang layak dikonsumsi oleh publik? Ada sebuah kutipan bagus dari Prince Ea melalui akun instagramnya yang bernama @prince_ea, seorang seniman, filmmaker, dan juga influencer. Penulis harapkan kutipan ini dapat menginspirasi para influencer masa kini untuk terus berkarya, menciptakan konten-konten menarik yang bermanfaat bagi sesama. “That word influencer, is interesting to me. Because it’s like, we’re influencing people to do what? Is it to reach a level of beauty, that is not attainable naturally? Is it to have a people lust after cars, or material objects that will never bring somebody true happiness? A lot of people called themselves social media influencers. When you get sick, what did they say? You’ve come down with influenza. A lot of people are ill because of what these influencers put out there. So I just have one question for every influencers, because we’re all influencers. And that question is when people come to your page, do they walk away better or worse?”.

***