Hampir tidak pernah kita mempertanyakan siapakah kita ini sebagai bangsa Indonesia. Kewargaan kita sebagai suatu bangsa tidak pernah mengundang tanya tentang jati diri bangsa ini. Kita menerima begitu saja kebangsaan kita tanpa tertarik menelisik lebih jauh lagi bagaimana bangsa ini bisa terbentuk. Namun, fenomena intoleransi, radikalisme dan dorongan untuk menggeser Pancasila sebagai ideologi dasar negara, membuat pertanyaan bagaimana bangsa ini bermula, relevan untuk dipertanyakan.

Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta adalah catatan sejarah yang sangat penting sebab pada momen itulah kehendak untuk membentuk satu bangsa bernama bangsa Indonesia dideklarasikan. Kaum pemuda dari berbagai latar belakang suku bangsa: Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Islam, Jong Sumatera dan Jong Celebes menyuarakan pengakuan bahwa mereka adalah bangsa Indonesia yang hidup di tanah air Nusantara dan berbahasa Indonesia. Mereka tidak membangun suatu bangsa sendiri berdasarkan suku bangsa mereka masing-masing, melainkan membangun satu bangsa Indonesia dari keberagaman suku bangsa dalam suatu ikrar bersama.

Lalu apa artinya ikrar pemuda itu? Ikrar itu memancarkan suatu kehendak kuat para pemuda untuk menghimpun diri dari segala perbedaan primordialnya menjadi satu bangsa yang didorong oleh kesamaan nasib sebagai kaum terjajah dan tertindas dari kolonialisme Belanda. Itu berarti bangsa ini terbentuk bukan dari hal yang natural, melainkan dari suatu tekad dan kehendak untuk bersatu sebagai suatu bangsa. Dan kehendak untuk mau bersatu meski di dalam perbedaan tidaklah bernilai kecil, melainkan teramat besar sebab mencerminkan pengabaian egoisme kesukuan untuk mau merajut kesatuan bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda memperlihatkan kebulatan tekad dan kesungguhan jiwa para pemuda membangun satu bangsa Indonesia dari unsur-unsur perbedaan sebagai modal awal yang sangat. Persis pada peristiwa Sumpah Pemuda, wacana mendirikan satu bangsa Indonesia lahir pertama kalinya.

17 tahun sesudah Sumpah Pemuda, Bung Karno di hadapan sidang BPUPKI 1 Juni 1945 dalam pidatonya yang cemerlang, beliau menekankan terus-menerus pembangunan satu kebangsaan yang bulat sebagai agenda utama dalam mempersiapkan negara Indonesia merdeka. Ia menyerukan,

Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia yang bersama-sama menjadi dasar suatu nationale staat”.

Pidato Bung Karno semakin memperkuat pentingnya aksi mengokohkan kebangsaan Indonesia sejak peristiwa Sumpah Pemuda. Bangsa Indonesia yang satu, utuh dan solid harus dibereskan terlebih dahulu sebelum mau menyatakan diri sebagai bangsa merdeka. Membangun persatuan dari perbedaan tentu bukan hal yang mudah, tetapi bangsa Indonesia tetap terbentuk dari keragaman. Hanya saja hal yang paling mendesak saat ini adalah memelihara persatuan bangsa dari tantangan ideologi di luar Pancasila yang menolak keberagaman. Padahal Pancasila sebagai pandangan dasar negara adalah faktor yang menjamin dan melindungi keberagaman suku bangsa, agama dan budaya masyarakat Indonesia. Atas dasar itu, Pancasila pula yang menjamin kehendak setiap warga bangsa Indonesia untuk tetap mau bersatu sebagai bangsa yang utuh.

Maka, dihadapkan dengan tantangan ideologi lain yang ingin menggeser Pancasila dan menyingkirkan perbedaan ke dalam keseragaman, salah satu faktor yang dapat mempertahankan keutuhan bangsa ini adalah rasa cinta bangsa dari setiap warganya. Mencintai bangsa ini berarti mencintai pula keberagaman Nusantara sebagai hakikat dan takdir bangsa Indonesia, dan rasa cinta itu diwujudkan dengan semangat dan tindakan mempertahankan Pancasila. Mengapa? Sebab sekali lagi, Pancasila adalah sumber pertama dan utama yang melindungi dan mengakui keberagaman identitas primordial masyarakat Indoensia. Dengan ungkapan lain, wujud cinta, kebanggaan dan kehendak untuk selalu bersatu dengan bangsa ini dan merawat keutuhannya adalah dengan mempertahankan Pancasila. [***]

Referensi:

Pidato Lahirnya Pancasila I Juni 1945, Jakarta: Penerbit Yayasan Bung Karno, 2007.