Baru sejak di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Pancasila diperingati secara khusus. Setiap tanggal 1 Juni, Hari Kelahiran Pancasila dirayakan dan menjadi hari libur nasional. Kebijakan ini adalah ruang tersendiri untuk menggaungkan kembali spirit luhur nilai-nilai Pancasila kepada setiap warga bangsa Indonesia. Di hari lahirnya Pancasila, masyarakat diingatkan bahwa sebagai bangsa yang sangat besar akan kemajemukannya, kita dapat bersatu persis karena jaminan Pancasila. Maka, perlulah kita melihat kembali sejarah lahirnya Pancasila untuk menyegarkan dan memperkuat memori kolektif kita terhadap Pancasila sebagai dasar bangsa-negara. Dan kembali ke momen sejarah lahirnya Pancasila jelas tak terpisahkan dari peran Bung Karno.

Di dalam sidang BPUPKI 29 Mei–1 Juni 1945, ketua sidang KRT Radjiman Wediodiningrat mengajukan pertanyaan pokok: “Negara Indonesia yang akan kita bentuk itu apa dasarnya?” Beberapa tokoh memberikan pandangan mereka, tetapi baru pada pandangan Bung Karno pertanyaan mengenai dasar negara menemukan jawabannya. Bung Karno menguraikan pemikirannya dalam sebuah pidato yang sangat legendaris persis pada tanggal 1 Juni 1945. Bagi Bung Karno, dasar negara yang diminta oleh ketua sidang, sebenarnya bukan tentang sistem tata kenegaraan atau sistem perpolitikan. Namun, bagi Bung Karno adalah suatu rumusan umum yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia sebagai pondasi atau titik landasan yang menyediakan pandangan dasar hidup bangsa dan negara Indonesia merdeka.

Layaknya sebuah bangunan yang hanya mampu berdiri di atas dasar yang kokoh, maka Indonesia merdeka juga memerlukan pondasi. Pondasi itu bagi Bung Karno adalah jiwa sedalam-dalamnya yang di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka. Dan pondasi itu adalah Pancasila yang digali oleh Bung Karno dari nilai-nilai kearifan bumi Nusantara. Meski rumusan Pancasila yang diajukan Bung Karno mengalami penyempurnaan pada sidang kedua BPUPKI 10 Juli 1945, secara mendasar Pancasila yang bersumber dari wawasan adab Nusantara sungguh sesuai dengan kondisi kemajemukan masyarakat kita dan tepat diletakkan sebagai acuan dan pegangan praktik hidup baik dalam tingkat masyarakat akar rumput maupun dalam proses pengambilan kebijakan publik oleh lembaga-lembaga negara. Dengan kata lain, sebagai pondasi artinya bahwa Pancasila adalah jiwa yang memuat makna-makna moral yang meresapi dan mengarahkan pandangan hidup bangsa Indonesia pada dimensi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial.

Mengutip pemikiran Yudi Latif, kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Pancasila sebagai jiwa kepribadian bangsa Indonesia merupakan titik temu, titik tumpu dan titik tuju. Titik temu bahwa Pancasila mampu mempersatukan segala perbedaan dalam kemajemukan bangsa dan menjamin keberagaman sebagai kenyataan hakiki bangsa Indonesia. Dan karena keberhasilannya sebagai pemersatu, Pancasila berfungsi sebagai tumpuan yang menyangga eksistensi bangunan Indonesia sampai kapan pun, dan sebagai tujuan Pancasila adalah bintang penuntun kehidupan bangsa Indonesia dalam setiap langkah mengatur dirinya.

Apakah dengan itu semua, Pancasila adalah omongan besar tanpa faedah bagi kita? Satu implikasi mendasar dari Pancasila yang mampu mempersatukan keberagaman masyarakat Indonesia adalah bahwa setiap warga bangsa Indonesia dari latar belakang suku bangsa dan agama mana pun, memiliki kesetaraan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh negara. Tidak ada privilese khusus bagi golongan masyarakat apa pun, bahkan masyarakat mayoritas, kendati dalam banyak hal realitasnya tidaklah demikian. Kesetaraan di antara masing-masing warga bangsa inilah pokok yang menjamin setiap warga bangsa Indonesia selalu mau mengikatkan diri dan bergabung dengan himpunan bangsa Indonesia. Dan itulah faedah yang dihasilkan Pancasila yang tidak saja patut kita syukuri, melainkan selalu kita pahami selama kita mengaku diri sebagai bangsa Indonesia.

Menelisik sejarah lahirnya Pancasila tak terbantahkan menyatu dengan Bung Karno sebagai penggagas sekaligus penggali Pancasila. Pancasila adalah penemuan ideologi cerdas yang tak tergantikan. Sudah layak dan sepantasnya, Pancasila yang sedemikian mendasar dan vital bagi kehidupan negara-bangsa Indonesia diperingati khusus pada hari kelahirannya. [***]

Referensi:

Pidato Lahirnya Pancasila I Juni 1945, Jakarta: Penerbit Yayasan Bung Karno, 2007.

Harian Kompas, 31 Mei 2018, hlm. 6, Yudi Latif, “Bersatu Berbagi Prestasi”.