Sebuah media komunikasi, terutama poster pastinya memiliki maksud pesan yang hendak disampaikan. Namun pesan tersebut tidak secara explisit dituliskan. Biasanya poster akan memakai sejumlah grafis visual untuk mendukung pesan tersebut, dan bahkan banyak pula yang sedikit “melebih – lebihkan” visual poster yang tujuannya agar pesan bias langsung melekat pada benak audiencenya.

Salah satu teori yang sering digunakan untuk membuat pesan “tersembunyi” dari sebuah media poster adalah menggunakan semiotika. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda dan maknanya. Melalui teori semiotika inilah seorang desainer dapat memilah mana visual yang nantinya dapat membuat makna pesan dalam poster menjadi lebih kuat.

Salah satu contoh poster yang memiliki banyak sekali pesan didalamnya yaitu sebuah poster saluran radio di Athena, Galaxzy FM. Pada iklan poster tersebut terpampang seorang tokoh Mao Zhe Tung yang tak lain adalah presiden pertama Republik Rakyat Tiongkok. Mao Zhe Tung menjadi presiden setelah berhasil mengalahkan pemimpin kaum nasionalis Chiang Kai Sek melalui perang saudara. Mao terkenal dengan pemerintahan yang otoriter dan keputusan pemerintahannya yang reckless yang akhirnya menimbulkan kesengsaraan bagi rakyatnya. Tidak sedikit rakyatnya yang mati sia-sia akibat perintahnya. Uniknya, pada poster ini, Mao digambarkan merias wajahnya dengan make up khas band KISS yang terkenal sebagai band heavy metal.

Produsen : Galazy FM – Athena
Judul : Mao Zhe Tung Version
Jenis iklan : iklan cetak
Credit : The advertising campaign was developed at Lowe, Athens by creative director Anna Maria Spiliotopoulou, art director Gianna Polydouri, copywriter Nadia Santorinaiou, group account director Triantafilli Kaldiri, account executive Michael Paredrakos.

 

Kode Simbolik

Kode simbolik (symbolic code) merupakan kode “pengelompokkan” atau konfigurasi yang gampang dikenali karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dan sarana tekstual, misalnya berupa serangkaian antithesis : hidup dan mati, di luar dan di dalam, dingin dan panas, dan seterusnya. Kode ini memberikan dasar bagi suatu struktur simbolik (Barthes 1990:17)

Secara simbolik terdapat kontradiksi pada visualisasi iklan ini yaitu pemakaian riasan wajah ala KISS dengan sosok karakter Mao. Sosok Mao yang terkenal otoriter dan sangat kaku sangat bertolak belakang dengan riasan band KISS yang mencerminkan sebuah kebebasan berekspresi.

Foto Mao Zhe Tung sendiri merupakan simbol para kaum komunis yang dekat dengan penggambaran sosok yang kejam, sadis, tidak berprikemanusiaan, dan kaum otoriter yang tidak mengenal kompromi. Sedangkan gaya rias ala KISS sendiri menyimbolkan sebuah ‘topeng’ penyembunyian jati diri yang sesungguhnya. Penulis berpendapat bahwa akan sangat ‘total’ apabila tidak hanya riasan wajahnya yang dibuat mirip KISS namun juga ekspresi wajahnya, yaitu seperti menjulurkan lidah atau membuat sign metal pada tangannya. Maka akan muncul juga kode simbolik baru dalam iklan tersebut.

 

Kode Kultural

Kecuali keempat kode di atas, dapat ditambahkan satu jenis kode lagi, yaitu kode cultural ( cultural code) atau kode referensial ( reference code) yang berwujud sebagai semacam suara kolektif yan anonym dan otoritatif; bersumber dari pengalaman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu yang hendak dikukuhkannya sebagai pengetahuan atau kebijaksanaan yang “diterima umum”. Kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kearifan (wisdom) yang  terus-menerus dirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana ( Barthes, 1990: 18)

 

Riasan band KISS ini jika dilihat oleh masyarakat di Indonesia terutama suku Jawa mungkin terlihat seperti dandanan para pemain ludruk yang sama – sama menggunakan bedak putih tebal dan riasan wajah yang umumnya berwarna gelap (hitam atau coklat). namun jika orang Jepang yang melihat iklan ini maka mungkin mereka akan teringat dengan pemain kabuki yang juga menggunakan riasan wajah khas bedak putih yang tebal. Perbedaan tanggapan dan reaksi ini disebabakan karena faktor latar belakang budaya dari pembaca yang berbeda

 

 

Referensi:

Barthes, R. (1990). S / Z. (R. Miller, Penyunt.) Chicago: Blackwell Publishhers.

Budiman, K. (2004). Semiotika Visual. Yogyakarta: Buku Baik.

Ishak, M. T. (2005, April). Pembacaan Kode Semiotika Roland Barthes Terhadap Bangunan Arsitektur Katedral EVRY di Perancis Karya Mario Botta. RONA Jurnal Arsitektur, 2, 85 – 92.

Piliang, Y. A. (1999). Hyper Realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKiS.

Tinarbuko, S. (2003, Januari). Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain Komunikasi Visual. Nirmana, 5, 31 – 47.

Williamson, J. (2007). Decoding Advertising (1st ed.). (A. Adlin, Penyunt., & S. Rahmana, Penerj.) Yogyakarta: Jalasutra.