Nurul Akmalia S.I.Kom., M.Med.Kom

 

Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan – perusahaan bisnis dan individu yang teridentifikasi dalam pesan periklanan dengan maksud memberi informasi atau mempengaruhi masyarakat yang bentuknya dapat berupa tulisan, gambar, film ataupun gabungan dari keseluruhan unsur tersebut.

 Iklan sudah tak asing lagi bagi masyarakat di seluruh dunia. Dengan iklan , para produsen dapat menjual hasil produksinya tanpa susah payah. Iklan biasanya dapat kita lihat melalui televisi, radio , poster maupun pamflet. Selain bertujuan untuk memperkenalkan produk baru, iklan juga memiliki tujuan untuk menumbuhkan citra suatu produk dan pengakuan atas keunggulan  produk tersebut. Di kehidupan modern seperti sekarang ini, tanpa iklan para produsen dan distributor tidak akan dapat menjual produknya, sedangkan di sisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi mengenai produk baik barang maupun jasa yang ditawarkan. Jika suatu perusahaan ingin mempertahankan produknya, maka ia harus melakukan kegiatan periklanan secara memadai dan terus menerus.

Dalam memproduksi sebuah iklan, kita melibatkan beberapa unsure penting didalamnya, tidak hanya pengetahuan mengenai produk tersebut, akan tetapi iklan membutuhkan mitos didalamnya. Konsep Mitos Menurut Roland Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai social ( yang sebenarnya arbiter atau konotatif ) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Sebaliknya, makna mitos tidak arbitrer, selalu ada motivasi dan analogi. Penafsir dapat menyeleksi motivasi dari beberapa kemungkinan motivasi. Mitos bermain atas analogi antara makna dan bentuk. Analogi ini bukan sesuatu yang alami, tetapi bersifat historis. Terpangaruh atau tidaknya pemirsa sangat ditentukan oleh sejauh mana iklan televisi mampu mengaplikasikan komunikasi persuasif dalam menggugah minat dan keinginan khalayak sasaran. Kreatifitas dalam iklan sangat diperlukan, hal tersebut diharapkan mampu menarik perhatian konsumen terhadap suatu produk. Mitos dihasilkan oleh hubungan antara tanda (signifier) dan petanda (signified) pada sebuah tanda (sign). Dalam menerjemahkan tanda dalam sebuah iklan kita melakukan penerimaan makna konotasi, maupun denotasi, seperti yang saya lakukan dalam menganalisa iklan tersebut diatas.

Ketika khalayak merasa yakin dengan produk yang dia konsumsi sebagai cerminan dari dirinya, atau justru dia mengintepretasikan dirinya dengan produk tersebut, maka disitulah mitos bekerja. Mitos membentuk kesadaran palsu penggunanya dan menggiring mereka untuk percaya dan terus menggunakan produknya.

Mitos dibentuk dan diciptakan oleh tanda dan simbol dalam iklan.  Baudrillard mengemukakan teori bahwa tanda mempunyai peran dalam membentuk kebudayaan. Baudrilliard percaya bahwa tanda terpisah dari objek yang mereka wakili dan media mendorong proses pemaknaan secara tepat di mana sesuatu yang tidak  nyata adalah nyata. Braudrillard juga mengemukakan tentang teori produksi dan objek yang didasarkan pada semiotika, yang menekankan pada pentingnya nilai tanda dari objek-objek hasil  konstruksi industri (Baudrillard, 2004: ix). Dia menambahkan dalam teori komodifikasinya, bahwa penggunaan semiologi untuk menegaskan bahwa konsumsi membutuhkan manipulasi tanda-tanda secara aktif. Manipulasi ini menjadi hal penting dalam masyarakat di mana tanda dan komoditas secara bersamasama menghasilkan ‘tanda-komoditas’ (commodity-sign)

Tanda-tanda yang digunakan iklan dalam membangun mitos konsumsi yang membentuk budaya konsumen dan masyarakat konsumen. Iklan memberikan tanda pada benda-benda konsumen sehingga benda konsumen tersebut mempunyai makna tertentu bagi konsumennya. Perkembangan komoditas menurut Baudrillard adalah penekanan pada perubahan produksi menjadi reproduksi, untuk reduplikasi tanda, citra dan simulasi yang berjalan terus menerus melalui iklan sehingga mengkondisikan masyarakat untuk menjadi konsumen. Mereka mengonsumsi untuk menunjukkan status sosial,  citra, gaya hidup dan prestige tertentu.

 Dalam membangun mitos konsumsi, iklan memanfaatkan simbol-simbol budaya yang sudah ada dan memanfaatkan berbagai elemen lain seperti agama, tubuh, anak-anak dan perempuan untuk mendukung pesan yang dibawa. Melalui bahasanya, iklan secara terus-menerus melakukan pendidikan kepada masyarakat supaya menjadi konsumen yang tidak pernah terpuaskan. Iklan mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang pasif dan tidak kritis. Iklan memberi pencerahan palsu kepada masyarakat sehingga masyarakat semakin terdorong masuk dalam hedonisme dan konsumerisme.