Oleh: Diska Rahmita Gasti, S.Sn, M.Ds

Kebetulan sekali disaat saya menerima tugas ini, saya baru saja membaca artikel di Koran Pikiran Rakyat edisi Minggu, 15 November 2013. Di halaman depan terdapat artikel berjudul “Gadget untuk Vakansi”. Dari artikel tersebut, saat ini masyarakat modern yang biasanya sibuk bekerja sudah tidak aneh lagi jika sering berlibur pada saat day off nya. Melepaskan penat dan kejenuhan ibukota ataupun mengistirahatkan pikiran dari urusan-urusan pekerjaan tentunya sangat menjadi idaman di saat liburan dan biasanya untuk memenuhi semua itu, orang akan mematikan gadget-nya atau tidak membawanya dalam acara liburan.

Hal itu justru berubah untuk saat ini, menurut www.tripadvisortripbarometer.com/indonesia yang saya ambil dari artikel tersebut juga menyebutkan bahwa 51% wisatawan dunia dan Indonesia online selama perjalanan mereka untuk melakukan surfing di website menggunakan perangkat mobile. 39% wisatawan dunia dan 44% wisatawan Indonesia sibuk mengunggah foto ke jaringan sosial selama perjalanan mereka. 34% wisatawan dunia  dan 38% wisatawan Indonesia justru posting update di jejaring sosial dan 37% wisatawan dunia dan 47% wisatawan Indonesia dapat menemukan aktivitas lokal menggunakan perangkat mobile.

Dalam artikel koran tersebut juga disampaikan pengalaman beberapa orang yang menggunakan gadget-nya untuk memesan tiket pesawat, kamar hotel, mencari local attractions sekaligus membeli akomodasi yang diperlukan, kuliner lokal hingga transportasi umum yang ada di lokasi wisata. Menurut Miranda, karyawan swasta di Jakarta saat dirinya berlibur sendiri di Bali, Google Maps membantunya menunjukkan jalan agar tidak tersesat. Kegiatan lain yang dia lakukan dengan gadget-nya adalah sharing kegiatan liburannya di berbagai media sosial. Menurut Diah Ayu Safitri Riaji, seorang pengacara di Jakarta, hidupnya takkan lengkap tanpa gadget. Ia merasa terbantu dengan menggunakan iPhone-nya mengurusi berbagai keperluan berlibur dan menurut dia, itu membuatnya tidak overbudget.

Sungguh manusia telah begitu terikat terhadap gadget atau gizmo, bangun tidur yang dilihat gadget, saat menunggu di dalam ruang praktek dokter atau di dalam MRT, tindakan yang dilakukan tidak jauh-jauh dari gadget itu sendiri. Manusia rela menghabiskan banyak uang untuk memperoleh gadget yang diinginkan bahkan mengejarnya hingga ke negara lain seperti yang dilakukan salah seorang penduduk Indonesia yang membeli iPhone S5 hingga ke Sydney, Australia. Sungguh begitu pentingkah gadget? Mengapa manusia modern saat ini begitu bergantung terhadap gadget dan apa pengaruhnya?

Menurut saya, kebergantungan manusia modern terhadap gadget sebetulnya berbanding lurus dengan pola hidup masing-masing. Dunia modern menuntut aktualitas setiap saat membuat manusia modern pun harus mengikuti hal-hal yang bersifat aktualitas disekitarnya dan itu termasuk perkembangan gadget. Setiap bulan selalu ada gadget seri baru muncul dengan fitur dan kecanggihan yang lebih dari yang lain, seakan-akan tidak mau kalah, dalam satu waktu bisa jadi beberapa produsen me-launching gadget buatannya hanya untuk bersaing fitur, spesifikasi bahkan harga. Manusia modern yang cenderung konsumerisme tentunya akan lebih mudah dipengaruhi dengan tampilan gadget yang memukau serta gaya hidup yang memprimerkan gadget.

Dapat diketahui akhir-akhir ini banyak berita anak wanita atau gadis menjual keperawanan untuk membeli Mac Book Air atau Blackberry. Banyak orang kecewa akan hal ini, mengapa gadget bisa disejajarkan dengan kehormatan padahal gadget hanyalah barang buatan manusia. Kembali kepada gaya hidup manusia itu sendiri, jika manusia modern hidup di lingkungan yang modern, sekuat apapun menolak akan sulit untuk mempertahankan diri untuk tidak mengikuti lingkungannya. Karena itulah gadget menjadi seperti sekarang ini.

Sudah sewajarnya, yang berbuat yang bertanggung jawab, manusia yang menciptakan gadget tentunya juga memiliki masalah akibat munculnya benda tersebut tetapi untuk memusnahkan gadget juga bukan perkara mudah, oleh karena itu muncul berbagai tindakan antisipasi yang muncul untuk sekedar menahan “nafsu” manusia modern terhadap gadget. Contohnya, dengan melarang Facebook di kantor-kantor pemerintahan. Orangtua yang melarang anggota keluarga menggunakan gagdet saat sedang berkumpul keluarga dan berbagai tindakan antisipasi lainnya yang tentu saja tidak akan bisa maksimal karena memang itulah yang disebut budaya, jika sudah mendarah daging, menjadi kebiasaan akan sulit dihilangkan. Ibarat para pengguna narkoba yang harus rehabilitasi diri melawan narkoba jika ingin sembuh begitu pula manusia melawan gadget yang bisa melawan hanyalah pribadi masing-masing.

Tetapi disisi lain, saya sebagai seorang pengguna gadget merasa gadget memberikan banyak keuntungan, Ibu saya sendiri bahkan begitu mencintai iPad-nya begitu mengetahui beliau bisa memesan tiket pesawat dari benda kecil tipis itu. Padahal sebelumnya, Ibu adalah orang yang gagap teknologi.  Saya juga seorang wisatawan yang menggunakan sepenuhnya informasi dari gadget saya untuk berwisata. Contoh saja saat saya ke Sydney, Australia, saya juga melakukan reservasi kamar hotel, membeli tiket pesawat, mengurus visa, membeli tiket atraksi dan lain-lain juga melalui gadget. Saya tidak memungkiri kepraktisan gadget di era seperti sekarang ini namun ada kalanya saya juga merasa jenuh dengan gadget saya jika tidak ada yang saya kerjakan, paling saya bermain game. Entah kenapa begitu menganggur, pola pikir saya langsung terfokus bermain gadget saya kenapa tidak beristighfar atau sholat atau mengaji seperti sebelum saya mengenal gadget. Waktu luang saya yang biasanya saya dedikasikan untuk menulis justru berganti menjadi senam jari di gadget.

Akhir kata, kehidupan manusia modern saat ini memang sudah benar sejalan dengan kecanggihan teknologi di sekitarnya, sehingga banyak manusia yang mendedikasikan diri khusus untuk gadget seumur hidupnya. Fanatik gadget merek tertentu bertebaran dimana-mana. Kembali ke diri masing-masing, bagi saya hidup saya di dunia bukan untuk dunia saja jadi untuk apa saya mengabdikan diri saya untuk gadget? Itu selalu menjadi pedoman dalam benak saya, selalu.