Oleh :

Meliana Octavia, S.E., M.S.A.

Pada bulan Desember tahun 2015, Menteri Perhubungan Indonesia, Ignasius Johan mengeluarkan Surat Pemberitahuan Nomor UM. 3012/1/21/Phb/2015 yang berisi larangan operasional bagi kendaraan bermotor bukan angkutan umum yang berbasis aplikasi online. Larangan tersebut beralasan karena bisnis transportasi online tersebut tidak memenuhi ketentuan regulasi angkutan umum. Namun tidak sampai 24 jam, larangan tersebut sudah dicabut kembali, setelah mendapatkan intervensi dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Tidak berselang waktu begitu lama, mulai muncullah begitu banyak aksi demosntrasi di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan oleh para pengemudi angkutan umum konvensional untuk menentang beroperasinya bisnis transportasi online di Indonesia. Mereka beralasan bahwa hadirnya moda transportasi berbasis online dapat mematikan mata pencahariaan dan mengurangi penghasilan mereka secara drastis. Kasus ini bagaikan dua sisi mata uang. Di satu pihak, maraknya transportasi berbasis online mengurangi penghasilan dari para pengemudi angkutan umum konvensional, namun di lain pihak, transportasi berbasis online telah menciptakan lapangan kerja baru bagi para online driver, serta memberikan kemudahan layanan transportasi bagi para konsumen, dan ikut serta mendukung perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Beberapa bekas karyawan perusahaan yang kini menjadi driver online mengakui, penghasilan dari transportasi online jauh lebih baik dari pada yang diperolehnya pada perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya. Bahkan jika dibandingkan, penghasilan dari profesi tersebut ternyata lebih besar dari penghasilannya di sektor formal.

Aksi demonstrasi pun terus memanas di berbagai daerah, hingga puncaknya terjadi berbagai aksi kriminalisasi terhadap para driver online. Tak hanya kriminalisasi biasa, bahkan dalam aksi sweeping brutal terhadap para driver online di daerah Karang Betutu, Palembang; terdapat korban tewas dalam aksi sweeping brutal tersebut. Para pengemudi angkutan umum konvensional menilai bahwa transportasi berbasis online tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Transportasi berbasis online tidak berbadan hukum, tidak memiliki surat domisili usaha dan Nomor Pokok Wajib Pajak, tidak memiliki jumlah armada minimal lima unit, dan tidak memiliki pusat untuk servis dan perawatan serta kesiapan administrasi yang diwajibkan bagi angkutan umum konvensional. Pada satu sisi, angkutan umum konvensional dituntut untuk tunduk pada ketatnya regulasi terhadap angkutan umum, sedangkan pihak lain transportasi berbasis online tidak tunduk terhadap regulasi tersebut.  Pemerintah sendiri hingga saat tulisan ini dibuat belum mengeluarkan suatu peraturan yang pasti dan baku terkait transportasi berbasis online. Walapun demikian minat terhadap transportasi berbasis online ini sangatlah besar di daerah perkotaan. Transportasi berbasis online menawarkan alternatif transportasi yang jauh lebih murah dan nyaman dibandingkan dengan angkutan umum konvensional pada umumnya.

Transportasi berbasis online mendapatkan cukup banyak masalah dan tantangan dalam perkembangannya di Indonesia. Dari berbagai survey di media masa, penyebab utama dari masalah tersebut adalah adanya ketimpangan harga yang begitu besar di antara angkutan umum konvensional dan transportasi berbasis online. Pada umunya para pengemudi angkutan umum konvensional tidak berkeberatan dengan munculnya transportasi berbasis online selama tidak ada perang harga dan dapat bersaing secara sehat dengan transportasi berbasis online. Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang jelas dan tegas, serta peraturan dan hukum yang baku terkait persoalan ini. Kebijakan tersebut harus adil dan merata bagi setiap pihak, tidak boleh timpang di satu sisi, dan harus mengakomodir kepentingan semua pihak, baik para pengemudi angkutan umum konvensional, para driver transportasi berbasis online, maupun konsumen sebagai pengguna layanan transportasi.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, S. 2016. Pro dan Kontra Penggunaan Transportasi Aplikasi Online.

Harian Pagi Surya. 2017. Polemik Transportasi Online Merambat ke Batu. Malang: Harian Pagi Surya, 27 September 2017.

Harian Pagi Surya. 2017. Sutiaji Sempat Marahi Sopir. Malang: Harian Pagi Surya, 27 September 2017.

Prihatin, R. B. 2016. Dampak Sosialisasi Transportasi Berbasis Online.

Putera, A. D. 2016. Untung dan Rugi Keberadaan Layanan Transportasi Berbasis Aplikasi.

Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.