Istilah bisnis start up sudah dikenal dan menjadi trending topic beberapa tahun terakhir ini. Mayoritas yang terlibat di dalamnya adalah para generasi muda. Terlebih lagi sudah banyak contoh yang dapat dilihat dari motivator – motivator ternama yang sering kali muncul di media iklan. Kesuksesan mereka di usia muda dapat menggerakkan hati dan memotivasi para generasi muda untuk membuat start up bisnis. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi generasi muda untuk memulai sebuah bisnis menurut Wirasasmita (1994) antara lain :

  1. Alasan keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, untuk mencari pendapatan tambahan, sebaagai jaminan stabilitas keuangan.
  2. Alasan sosial yaitu memperoleh gengsi/status, untuk dapat dikenal dan dihormati, untuk menjadi panutan, agar dapat bertemu dengan orang banyak.
  3. Alasan pelayanan, yaitu memberi pekerjaan kepada masyarakat, membantu anak yatim, membahagiakan orang tua, demi masa depan keluarga
  4. Alasan memenuhi diri, untuk menjadi atasan/mandiri, untuk mencapai sesuatu yang di inginkan, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, agar lebih produktif dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.

Semua komponen di atas adalah beberapa alasan yang mendasari para generasi muda untuk  memulai sebuah usaha. Tetapi, diantara mereka yang berhasil mendirikan start up nya, ada juga diantara mereka yang mengalami kegagalan karena salah satu hal. Mayoritas yang terjadi bahwa seseorang yang baru saja mendirikan usaha tidak dapat mengendalikan arus kas yang terjadi. Setelah mendapatkan penghasilan dari hasil penjualannya, otomatis pengusaha tersebut mendapatkan kas setiap harinya. Sebagian dari hasil penjualan adalah keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan mereka. Seharusnya penghasilan perhari dapat mereka sisihkan untuk biaya operasional keesokan harinya atau kebutuhan mendesak lainnya seperti tabungan untuk biaya sewa tempat. Namun beberapa dari pengusaha start up yang baru saja memulai usahanya menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan atau kepentingan pribadinya. Padahal seharusnya para pengusaha yang baru saja mendapatkan kas dalam usaha mereka dapat memilah antara rekening tabungan pribadi dan rekening tabungan bisnisnya serta dapat menempatkan uang mereka pada pos-pos yang tepat. Menurut Grifin dan Ebert (1997 : 156) , enam puluh persen dari usaha kecil baru hanya dapat bertahan kurang dari enam tahun. Beberapa hal yang seringkali menjadi penyebab kegagalan usaha kecil adalah:

  • Pengalaman serta keunggulan manajemen yang rendah
  • Setelah pembukaan bisnis baru dan tampak sukses, pemilik dan para manajer kurang komitmen atau lalai sehingga gagal memfokuskan diri pada bisnisnya. Membuka usaha kecil membutuhkan waktu, pengorbanan dan komitmen yang btinggi untuk bekerja secara serius dalam waktu yang lebih lama.
  • Sistem kontrol yang lemah. Kontrol sistem akan membantu pemilik dan manajer untuk memonitor biaya, memonitor kapasitas produksi dan sebagainya. Bila sistim kontrol lemah maka sistim tidak memberikan sinyal masalah yang akan segera terjadi, dan manajer akan berada dalam situasi masalah yang serius sebelum kesulitan-kesulitan membuatnya terjaga.
  • Kekurangan modal.

Jadi, bukan hal yang mengherankan lagi apabila banyak pebisnis start up yang baru saja menjalankan kegiatan bisnisnya mengalami kegagalan di tengah jalan atau di tengah – tengah waktu yang mereka perkirakan akibat kurangnya pengalaman dalam manajemen dan sistem kontrol  kurang tepat yang mengakibatkan kurangnya modal karena pemilik bisnis tidak bisa memilah antara arus kas pribadi dan arus kas bisnis dalam perjalanan start up mereka.

Referensi :

Ronald J. Ebert, Ricky W.Griffin. 1995. Business Essentials, Prentice Hall, Inc Englewood Cliffs, New Jersey.

Yuyun Wirasasmita.1994. Kewirausahaan. Buku Pegangan Jatinangor : UPT – Penerbitan IKOPIN

Daftar Pustaka

 Thomas W Zimmerer, Norman M Scarborough, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Salemba empat, 2008.