Jakarta – Mahasiswa dan dosen Universitas Bina Nusantara (Binus) mengembangkan kursi roda yang digerakkan sinyal otak. Apa analisanya terhadap karya I Wayan Sumardana alias Tawan?

“Mengenai pengembangan lengan robot oleh Mas Tawan di Bali, sejauh yang saya amati dan saya peroleh mengenai perangkat yang dibuat oleh Mas Tawan tersebut, saya ucapkan salut dan selamat,” kata dosen Ilmu Komputer Universitas Binus, Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom ditemui di kampusnya, Jl KH Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (22/1/2016).

Widodo adalah dosen pembimbing skripsi dua mahasiswa Binus yang mengembangkan kursi roda yang digerakkan sinyal otak, Jennifer Santoso (21) dan Ivan Halim Parmonangan (21).

“Kalau saya telaah, maka ada besar kemungkinan Mas Tawan berhasil mengembangkan, menerapkan EEG tersebut pada lengan robotnya. Karena sensor EEG dan perangkat EEG ini mudah dibeli dengan harga yang relatif murah. Sebagai contoh sensor yang saya gunakan ini harganya Rp 1,5 juta rupiah saja,” paparnya.

Sehingga dengan perangkat sensor tersebut, pihaknya bisa membuat kursi roda elektronik yang mampu dikembangkan secara komersil karena dari sisi harga masih bisa terjangkau oleh masyarakat luas, karena begitu murahnya harga perangkat ini sekarang.

“Nah, lengan robot yang dibuat Mas Tawan, kemungkinan dikendalikan oleh pikiran, dan perangkat yang Mas Tawan kembangkan menurut saya seharusnya mampu menggerakkan beberapa engsel yang ada di lengan robotnya. Sehingga, apa yang dipikirkan tersebut, bisa digunakan untuk menggerakkan lengannya, bergerak ke atas ke bawah, dengan derajat kemiringan tertentu,” jelas dia.

Jika saja diperbanyak aktuatornya (peralatan mekanis untuk menggerakkan atau mengontrol sebuah mekanisme atau sistem-red), misalnya saja aktuator pada pergelangan tangan, dan jari jemarinya, jikapun memang ada, dan mampu membuat dalam ukuran yang lebih kecil, ada kemungkinan untuk dikendalikan berbasis pikiran.

“Namun demikian, butuh riset dan pengembangan piranti lunak yang membutuhkan waktu cukup lama. Karena kalau kita melakukan penelitian di bidang menerapkan EEG untuk aplikasi yang umum, apalagi menggerakkan lengan seperti itu, itu tentu kita bermain dengan bagaimana menghilangkan noise yang ada dan mengklasifikasikan data yang telah kita terima,” paparnya.

Nah kalau sampai seperti itu, imbuh dia, mestinya Tawan harus mampu membuat program yang sangat bagus, agar benar-benar mampu menggerakkan pergelangan tangan dan jari jemarinya. Karena itu sesuatu yang sangat sulit hingga saat ini jika ingin berbasis EEG.

“Jadi sangat sulit. Kalau hanya menggerakkan lengan atas bawah, oke itu masih bisa, karena tidak banyak. Tapi lebih detilnya lagi saya tidak yakin kalau tidak dikembangkan dengan pengembangan software atau peranti lunak yang memadai. Dan itu sangat sulit sekali,” tandas dia.

Sumber :

http://news.detik.com/berita/3125306/analisa-dosen-pengembang-kursi-roda-otak-soal-lengan-robot-tawan