?Anak PNS yang menjadi Guru Besar?

Hari ini Rabu (22/4) BINUS UNIVERSITY dipenuhi dengan rasa sukacita dan bangga yang besar karena dikukuhkannya seorang Guru Besar di BINUS UNIVERSITY. Sosok yang mendatangkan suka cita itu adalah Prof. Tirta Nugraha Mursitama, S.Sos., M.M., Ph.D. Hari ini Prof. Tirta akan dikukuhkan dihadapan senat perguruan tinggi BINUS UNIVERSITY dan tamu-tamu undangan dari dalam dan luar negeri, di auditorium Kampus Anggrek BINUS UNIVERSITY.

?Guru besar bukan pencapaian akhir, namun merupakan awal yang baru untuk memberikan pemikiran & implementasi terhadap negara.? Ujar Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM selaku Rektor BINUS UNIVERSITY.

Pelantikan Prof. Tirta semakin mempertegas langkah BINUS UNIVERSITY dalam memberikan pendidikan terbaik menuju cita-cita universitas kelas dunia, sesuai dengan visinya ?A World-class university, in continuous pursuit of innovation and enterprise?. Prof. Tirta adalah sosok yang sejak awal didaulat untuk membangun program studi hubungan internasional di BINUS UNIVERSITY, dan kini menjabat sebagai Head of Department, International Department. Mari kita mengenal lebih dekat sosok Tirta, dari seorang anak PNS bisa menjadi seorang Guru Besar.

Masa Kecil

Prof. Tirta Nugraha Mursitama, S.Sos., M.M., Ph.D lahir di Semarang pada tanggal 10 September 1974 dari pasangan suami istri Ir. H. KRTH Hartono Wicikstrokusumo, MM. dan R.Ay.T. Siti Basuki (almh). Prof. Tirta merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Dimasa kecilnya, ia tinggal pindah-pindah di daerah Jawa Tengah, mulai dari kota Semarang, Ungaran, Solo, Karang Anyar, hingga kembali lagi Semarang pada waktu SMA.

Sejak kecil ia sudah menunjukkan jiwa kepemimpinannya, bahkan sejak SD ia sudah menjadi wakil ketua siswa seluruh angkatan dan ketika SMP dan SMA ia menjadi ketua OSIS. Sebagai anak seorang PNS, ia dan keluarga kecilnya hidup bahagia dalam kesederhanaan.

 

Perjalanan Pendidikan

Melejitnya perusahaan ? perusahaan otomotif dan teknologi Jepang di era 80-90an membawa Tirta muda untuk mempelajari kesuksesan tersebut. Pada usia mudanya, ia bercita-cita agar Indonesia mampu meraih kesuksesan yang dimiliki oleh Jepang pada saat itu. Cita-cita luhurnya pun membawanya untuk mengambil studi pendidikan Hubungan Internasional di Universitas Indonesia.

Pada tahun 1998, Tirta muda ikut berjuang untuk demokrasi Indonesia. ?Berhenti sekolah turun ke jalan? ucap Prof. Tirta diiringi tawa. Sadar akan tanggung jawabnya, Tirta kembali menyelesaikan studinya dan lulus ditahun 1999. Lulus dari UI, ia bekerja sebagai analis atau pengamat krisis di Kementrian Keuangan dibawah kepimimpian Mar?ie Muhammad. Ditengah krisis yang melanda Indonesia pasca reformasi, pada tahun 2001 datang sebuah kesempatan untuk melanjutkan studi S2 dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Beasiswa ini merupakan bagian dari bantuan Jepang kepada Indonesia untuk menanggulangi krisis di Indonesia. Pada masa itu dipilih 100 orang (gelmobang pertama) dari berbagai disiplin ilmu dan universitas untuk bersekolah di Jepang.

Ia adalah satu dari seratus pemuda yang diharapkan dapat menimba ilmu di negeri Sakura itu dan mengembangkan ilmu tersebut untuk Indonesia. Kesempatan tersebut membukakan jalan baginya untuk mengambil pendidikan Manajemen di Gakushuin University, Tokyo, Jepang.

Setelah menyelesaikan studi masternya pada tahun 2004, ia seharusnya pulang ke Indonesia. Tapi pada saat itu keinginan untuk menjadi pendidik semakin kuat dan muncul juga perasaan bahwa ia harus mendapatkan pendidikan lebih untuk mendukung hal tersebut. Karenanya ia pun mengajukan permohonan untuk melanjutkan studi doktoral, karena prestasinya yang mengaggumkan permohonannya pun diluruskan oleh pihak JAICA.

Tahun 2007 ia pun lulus dari studi doktoral manajemen di Gakushuin University, Tokyo, Jepang dan menyelesaikan disertasinya dalam kurun waktu tiga tahun. Sungguh pencapain yang luar biasa! Setelah menyelesaikan studinya ia pun kembali ke tanah air dan meneruskan cita-citanya untuk mendidik.

 

Memilih Untuk Mendidik

Prof. Tirta adalah sosok ramah nan bersahaja yang memilih mengabdikan hidupnya sebagai seorang pendidik, walaupun dengan segala ilmu dan pengalaman yang ia miliki, ia lebih dari kompeten untuk menjadi seorang diplomat atau menduduki jabatan strategis diperusahaan internasional. Namun Prof. Tirta memilih mendidik kaum muda Indonesia untuk menyalurkan ilmu dan pengalaman yang ia miliki, harapannya agar ilmu yang ia miliki dimiliki juga oleh orang banyak sehingga berbuah lebih banyak bagi negara.

Keinginan untuk mendidik Prof. Tirta sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sang Ayah, Ir. H. KRTH Hartono Wicikstrokusumo, MM., seorang pensiunan PNS yang mendirikan akademi perternakan untuk warga-warga didesa Surakarta, Solo, Jawa Tengah. ?Saya sepertinya memang memiliki passion untuk mendidik yang tingi seperti Ayah saya, Ayah saya adalah teladan bagi saya? terangnya.

Dikukuhkan sebagai Guru Besar, membuat tanggung jawab untuk mengajar semakin besar. Karena kini tanggung jawab bukan hanya kepada insitusi pendidikan, namun juga kepada masyarakat, bangsa dan negara. Seorang Guru Besar juga diwajibkan untuk merelakan tenaga, waktu, dan pikirannya untuk kebaikan bangsa. Ia pun sempat beberapa kali diminta pendapat dan tanggapannya mengenai isu-isu antara Indonesia dan negara lain, sempat juga duduk dibelakang bendera Indonesia dalam kegiatan diplomasi .

Prof. Tirta juga mengungkapkan bahwa ia akan terus menerus melakukan penelitian dibidang manajemen bisnis internasional, dan mendidik mahasiswa S1-S3. ?Guru Besar adalah asset bangsa, dan sudah menjadi tugas saya untuk mengabdi kepada bangsa. Guru Besar dibidang manajemen bisnis internasional masih sedikit sekali, saya berkewajiban memberikan apa yang saya dapat berikan untuk kemajuan bangsa dibidang manajemen bisnis internasional.? tegasnya.

Dikukuhkannya Prof. Tirta sebagai seorang Guru Besar dari BINUS UNIVERSITY menandakan lahirnya sumber ilmu dan panutan baru dari BINUS UNIVERSITY. Prof. Tirta diharapkan dapat menjadi sosok yang menginspirasi, mengayomi, dan membimbing dengan ilmunya, bukan hanya di BINUS UNIVERSITY namun juga hingga kancah nasional dan internasional. (IV)