Minggu lalu saya mengisi kuisioner on line seorang mahasiswi Universitas Indonesia yang sedang melakukan penelitian tugas akhir tentang aktivitas menulis warga di Kompasiana. Saya yakin Kompasianer lain juga mendapat permintaan mengisi kuisioner itu.

Sebelumnya beberapa minggu lalu saya juga mendapat email dari mahasiswi Binus yang ingin meminta masukan sebagai persiapan untuk menyusun kuisioner. Ia hendak menyusun skripsi tentang fenomena Kompasiana dan Kompasiana TV.

Dalam diskusi pendek melalui email itu saya menyarankan ia untuk juga memberi tahu Kompasiana. Dengan demikian Kompasiana memiliki catatan atau setidaknya mengetahui nama-nama peneliti yang sedang atau pernah mengangkat Kompasiana ke dalam karya ilmiah. Ini karena saya ragu apakah semua orang yang meneliti tentang Kompasiana semuanya memberi tahu atau diketahui oleh Kompasiana?. Jangankan Kompasiana, lembaga sebesar LIPI saja bisa luput menginventarisasi penelitian para penelitinya sendiri.

Saya tak tahu apakah akhirnya sang mahasiswi itu menghubungi Kompasiana terkait rencana penelitiannya. Tapi saya merasa Kompasiana perlu tahu ada sejumlah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi yang secara khusus mengangkat Kompasiana sebagai ruang telaahnya. Kompasiana bisa menjelajahi perpustakaan on line dari sejumlah perguruan tinggi untuk menemukan karya ilmiah tengan Kompasiana. Di ETD UGM contohnya, akan ditemukan penelitian thesis dan disertasi yang mengangkat Kompasiana sebagai ruang tema penelitian dan pembahasannya.

Kompasiana menurut saya perlu menyimak penelitian-penelitian tersebut bahkan menghadirkan para anak muda itu untuk memaparkan hasil penelitiannya di hadapan Kompasiana dan Kompasianer dalam acara nangkring spesial, diskusi bulanan atau apapun bentuk acaranya. Anggap saja semacam sidang terbuka tidak resmi setelah sang peneliti muda diuji secara tertutup di kampusnya. Kang Pepih atau Mas Isjet bisa bertindak sebagai panelis, sementara Kompasianer sebagai penyimak aktif. Kompasiana juga bisa menghadirkan mereka pada Kompasianival atau acara-acara lain yang digelar Kompasiana di kota-kota di mana mahasiswa itu menempuh pendidikan.

Diskusi hasil penelitian tentang Kompasiana akan menjadi terobosan dan alternatif bagi kebiasaan-kebiasaan obrolan Kompasiana yang selama ini lebih sering bertema teknologi dan gaya hidup. Setidaknya ada dua alasan untuk mempertimbangkan gagasan tersebut.

Pertama, diangkatnya Kompasiana ke dalam skripsi, thesis hingga disertasi adalah sanjungan yang sudah sepantasnya dirayakan oleh Kompasiana sendiri. Dirayakan bukan dalam bentuk pesta tapi melalui tanggapan atau apresiasi. Penelitian-penelitian tentang Kompasiana adalah penghargaan kepada Kompasiana sebagai media sosial yang bukan hanya ruang bergosip atau curhat tetapi sebagai media berbagi manfaat dan pengetahuan.

Dengan adanya penelitian-penelitian itu Kompasiana sebenarnya sudah lebih dari sekadar fenomena karena sesuatu yang diangkat ke dalam penelitian berarti telah menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Sefenomenal apapun Kompasiana, itu akan kurang bermakna jika tak berhasil menarik minat orang lain untuk mendiskusikannya dengan nilai tambah baru. Sebanyak apapun perbincangan tentang sesuatu hal, akan kurang bermakna ketika belum bisa dimaknai dan dinilai dari sudut pandang ilmiah yang diakui oleh perguruan tinggi. Oleh karena itu Kompasiana patut bersyukur dan berbangga dengan apa yang dilakukan oleh para peneliti muda itu.

Kedua, Kompasiana mungkin memiliki tim atau Litbang seperti yang lazim dimiliki oleh Kompas atau Kompas.com yang mengidentifikasi masalah atau potensi untuk kemudian merumuskan solusi dan strategi. Namun penelitian para mahasiswa seringkali memberikan sudut pandang yang berbeda. Gagasan mahasiswa biasanya lebih dinamis serta mampu menangkap permasalahan dan menganalisisnya secara lebih kekinian. Apalagi para mahasiswa itu berasal dari kelompok muda yang selama ini coba untuk didekati Kompasiana.

Dengan demikian Kompasiana akan mendapatkan masukan berharga secara gratis dari para peneliti muda yang mengangkat Kompasiana ke dalam karya ilmiah mereka. Penelitian-penelitian itu juga menawarkan alternatif solusi dari permasalahan yang mungkin dihadapi Kompasiana.

Saya jadi teringat sebuah dialog pagi yang disiarkan langsung NET TV beberapa waktu lalu. Saat itu aktivis Fadjroel Rahman mengatakan bahwa Kompasiana tidak bisa dipercaya. Dialog itu memang tidak mengangkat topik Kompasiana tapi seperti kita ketahui dalam setiap isu politik atau hukum yang tengah hangat di negeri ini, Kompasiana beberapa kali mencuri perhatian melalui tulisan-tulisan yang muncul di halamannya.

Fadjroel bukan tanpa alasan mengkritik Kompasiana karena ia secara spesifik mengambil contoh sebuah artikel atau tulisan di Kompasiana sebagai dasar pernyataannya. Ketika itu sedang ramai-ramainya kasus KPK vs Budi Gunawan yang kemudian menyeret Abraham Samad. Fadjroel juga membandingkan Kompasiana dengan Kompas yang lebih layak dijadikan rujukan. Akurasi, obyektivitas dan pertanggungjawaban adalah hal yang secara tersirat disoroti oleh Fadjroel dari sebuah tulisan Kompasiana saat itu.

Bagi saya itu kritik yang berharga bagi Kompasiana. Sama berharganya jika Kompasiana menyimak hasil-hasil penelitian skripsi, thesis dan disertasi yang menyoroti dan mengangkat tentang Kompasiana

Kompasiana memang telah berhasil membangun diri sebagai blog sosial terbesar dan paling terkenal di Indonesia. Secara marketing Kompasiana juga telah mengembangkan diri sebagai media partner yang strategis dan menjanjikan. Akan tetapi untuk terus bertahan dan semakin maju, Kompasiana wajib memperbaiki kekurangan yang ada. Kompasiana perlu mendapatkan masukan sebanyak mungkin untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan yang mungkin akan dihadapi. Selanjutnya untuk dapat terus memberikan sumbangan manfaat bagi masyarakat dan bangsa, Kompasiana perlu meningkatkan peran dan potensinya. Sebagian dari saran dan solusi untuk semua hal itu telah coba digali oleh beberapa peneliti muda melalui skripsi, thesis hingga disertasi. Kompasiana perlu menghadirkan dan mendengarkan mereka.

 

 

Sumber :
http://muda.kompasiana.com/2015/04/27/saatnya-kompasiana-mengundang-para-peneliti-muda-714587.html